Seekor hewan yang akan digunakan untuk aqiqah haruslah sehat, tidak boleh cacat. Cacat dalam cakupan luas yaitu seperti sakit, sedang terkena rabies, organ tubuh tidak lengkap, buta matanya, salah satu kakinya pincang, memiliki bobot yang sangat rendah, terputus ekornya, terputus telinganya, dan kekurangan lainnya. Hal itu tidak boleh dilakukan, kita sebagai umat muslim harus bisa semaksimal mungkin untuk bersodaqoh dengan harta sempurna milik kita sendiri. Hal ini bisa diibaratkan seperti ketika kita memberikan baju yang sudah robek kepada orang yang tidak memiliki baju. Apakah hal itu baik? Tentu saja tidak. Sama halnya dengan salah satu syarat kambing aqiqah ini, kambing harus sehat supaya dapat dikonsumsi dengan aman, membawakan barokah dan bermanfaat bagi masyarakat banyak. Terkecuali jika kambing mengalami cacat pada akhir rencana, semisal kambing yang awalnya ingin disembelih untuk aqiqah mempunyai jasmani yang sehat dan bugar, tetapi ketika ingin disembelih dalam perjalanannya kambing mengalami cacat, maka hukum pelaksanakan aqiqah tetap sah, dengan catatan kondisi benar-benar mendesak sehingga kambing cacat dan proses penyembelihan aqiqah harus tetap dilaksanakan. Pendapat ini salah satunya dikemukakan oleh Imam Malik, Imam Syafi’I, Atha, Imam Hasan Al Bahri, Imama An Nakha’I, Imama Az Zuhri, Imama At Tsauri, Imam Malik dan Ishaq bin Rauyah.